Metode penelitian kualitatif secara luas telah digunakan dalam berbagai penelitian sosial termasuk sosiologi. Dalam tulisan kali ini penulis ingin membagikan informasi mengenai salah satu metode kualitatif yaitu hermeneutika. Dalam pengertiannya, metode hermeneutika adalah suatu pendekatan yang berintikan pada pengertian pemberian penafsiran atas dunia kehidupan sosial. Dunia kehidupan sosial disini adalah segala bentuk objek simbolis yang kita hasilkan dalam percakapan dan tindakan mulai dari ungkapan langsung seperti pikiran, perasaan, keinginan, atau melalui endapan – endapannya seperti dalam teks kuno, tradisi, karya seni sampai pada susunan yang dihasilkan secara tak langsung yang bersifat stabil dan tertata seperti pranata, sistem sosial, dan struktur kepribadian (Budi Hardiman,1991). Nah, berdasar pengalaman penulis dalam mengkontekskan hermeneutika ini pada sebuah karya seni lukisan 'garuda biru'..(jujur lupa waktunya..yang jelas waktu kuliah dulu..he..)..oke...smoga bermanfaat ya..skali ini just sample...tentu masih butuh bacaan...let see...
Ilustrasi Lukisan Garuda Biru
karya seni lukisan “ Garuda Biru ” merupakan karya JS. Murdowo, sebuah karya lukisan cat minyak di atas kanvas berukuran ( 150x200 ) cm dengan gaya dekoratif.Lukisan Garuda Biru ini sesuai dengan namanya diilustrasikan dengan objek satwa burung. Objek satwa burung yang diambil adalah burung merak yang telah tersohor karena keindahan bulunya ditambah dengan burung jenis lain serta ten-tunya adalah burung Garuda yang juga merupakan lambang dari negara Indonesia ini. Satwa burung menjadi inspirasi yang tak kunjung habis dikarenakan keinda-han bulunya, suaranya, jenisnya, kesukaannya, kepekaannya, cara merawat anak – anaknya dan seterusnya. Selain itu, maskot burung sering dipakai oleh banyak negara seperti Amerika, Jerman, Emirat Arab, Irak, Italia, Papua Nugini, Po-landia, Portugis, Mesir, Indonesia, serta masih banyak lagi. Hal ini memper-lihatkan adanya keunggulan dalam filosofi satwa burung tersebut meski ini dikembalikan pada konteks masing – masing negara.
Burung – burung ini sebagian besar bertengger / hinggap pada ranting pohon yang besar. Sementara, tampak burung Garuda berwarna lain dari biasanya ( emas ) yaitu berwarna biru ‘legam’ seperti luka memar dan kakinya tidak bertengger pada dahan / ranting seperti halnya burung – burung yang lain. Kemudian tampak pada lukisan adanya daun – daun yang berjatuhan / berguguran hingga ke tanah.
Pewarnaan pada burung selain Garuda tampak warna – warni. Warna yang ditampilkan seputar warna merah, kuning, dan biru pada burung yang tampak berkelompok. Burung yang berkelompok / sejenis tampak saling bertikai seolah memperebutkan sesuatu. Selain itu, antar kelompok burung juga tampak saling bertikai. Terlihat pula adanya burung yang hinggap pada burung merak yang besar seolah ‘menumpang’ kesohoran burung merak yang terkenal sebagai burung yang indah.
Adapun maksud ilustrasi dari kehidupan satwa burung ini dikaitkan dengan konteks Indonesia skala nasional yaitu masa rentang tahun 2001. Asumsi / tema diangkat berdasarkan keprihatinan terhadap kondisi sosial politik masyarakat Indonesia masa itu. Kondisi yang ada saat itu sangat kompleks dengan indikasi banyaknya masalah sosial seperti kerusuhan yang berdampak pada stabilitas nasional. Pelukis bermaksud melalui hasil karya seni lukisnya dapat menja-dikannya sebagai momentum mengenang peristiwa yang terjadi saat itu melalui simbolisasi kehidupan burung – burung.
Hermeneutika Lukisan “ Garuda Biru ”
Pengungkapan konsep objek burung sebagaimana yang telah diilustrasikan adalah sebagai penggambaran tokoh – tokoh yang memegang peranan dalam pemerintahan Indonesia. Burung – burung sejenis mewakili kelompok yang sejenis demikian sebaliknya. Burung yang bertengger di atas burung besar merupakan simbolisasi sosok yang ‘nebeng’ kejayaan atau ‘tim sukses’ dari burung yang ditunggangi tersebut.
Selanjutnya, objek lukisan yaitu satwa burung, dimana kehidupannya menyatu dengan alam / kesatuan alamiah flora – fauna. Kesatuan terlihat dimana burung – burung dengan berbagai varian jenis dan ukuran bertengger pada pohon. Keberadaan pohon memberi ilustrasi kehidupan sosial ekonomi dalam masyarakat, dimana pada cabang / ranting tinggi menunjukkan posisi status yang tinggi. Selain itu, daun – daun berguguran dari pohon sebagai ilustrasi banyaknya korban dalam situasi masa rentang tahun 2001.
Adapun landasan ide / latar belakang penciptaan lukisan Garuda Biru didasarkan pada konteks kehidupan masa kurun waktu 2001 yang penuh dengan dinamika sosial yang kompleks. Kompleksitas permasalahan nasional diawali adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan sejak awal tahun 1998 telah memberi dampak yang cukup signifikan dalam kehidupan nasional Indonesia. Dampak yang ada tidak terbatas pada sulitnya pemenuhan kebutuhan hidup / ekonomi, melainkan terus menjalar pada permasalahan sosial sampai politik.
Masalah sosial seperti kerusuhan, penjarahan tentunya tak lepas dari kondisi politik nasional saat itu. Perpolitikan nasional yang sedang carut marut ditandai dengan adanya pergantian rezim pemerintahan, serta pembangunan ekonomi yang tidak stabil menimbulkan masalah instabilitas nasional. Indikasi ini semakin diperparah dengan kerusuhan yang ada seakan ada skenario yang melibatkan elit
(negara), massa dengan SARA. Keadaan ini menjadi cepat menjalar dikarenakan isu – isu yang berkembang ditanggapi masyarakat secara berlebihan yang ibarat
‘rumput kering’ yang mudah tersulut namun sulit dipadamkan. Hal yang memprihatinkan adalah munculnya korban yang tidak sedikit akibat kerusuhan yang terjadi.
Selain itu masalah indikasi degradasi moral dalam masyarakat Indonesia yaitu masalah budaya KKN yang kian marak dan justru mengakar menimbulkan kesengsaraan rakyat, selain itu timbul pula tawuran di kalangan remaja, serta berbagai tindakan kriminal lainnya ( narkoba, pergaulan bebas ). Hal ini bila dikaitkan dengan konteks masyarakat Indonesia adalah masyarakat agamis – religius yang hidup bersama ditengah keberagaman agama dan kepercayaan yang ada. Masyarakat Indonesia yang majemuk ini juga telah mempunyai konsensus / general agreement yaitu nilai falsafah Pancasila warisan pendiri bangsa yang luhur. Nilai – nilai yang terangkum dalam Pancasila pada dasarnya merupakan asas kerohanian, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang seharusnya dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan pada generasi berikutnya. Namun, hal ini menjadi kontradiksi bila dikaitkan dengan konteks kehidupan nasional masa itu yang sungguh dalam kondisi memprihatinkan.
Objek utama selanjutnya adalah 'burung Garuda' yang dalam lukisan tampak spesifik yaitu dari segi ukuran yang tampak kecil, warna yang ‘biru legam’, serta posisi yang tidak berpijak / bertengger pada pohon ( simbolisasi kehidupan sosial ekonomi).
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwasanya lambang / dasar negara Indonesia adalah Garuda Pancasila yang merupakan bentukan konsensus masyarakat Indonesia. Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam yang juga sarat kemajemukan suku bangsa/ etnis, agama, dan adat istiadat dengan ciri lokalitas yang khas. Pluralitas yang ada ini dapat dipersatukan melalui semboyan “ Bhinneka Tunggal Ika ” yang bermakna bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Semboyan ini tertulis dalam pita yang terikat pada kaki burung Garuda. Selanjutnya, bila kita lihat ilustrasi Garuda dalam lukisan adalah warna biru legam, tampak seperti ‘luka memar’. Ilustrasi ini menunjukkan bahwa posisi Garuda seolah sedang terluka parah hingga nyaris dapat dikatakan perlu operasi. Hal ini bermakna Garuda telah tercampakkan secara ‘kasar’ oleh kaum bangsanya sendiri. Sekadar pengingat syair dendang lagu “Garuda Pancasila” yaitu:
Garuda Pancasila akulah pendukungmu
Patriot proklamasi sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara, rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku, ayo maju – maju, ayo maju – maju, ayo maju – maju
Syair ini bila dikaitkan dengan konteks saat itu menjadi pertanyaan retoris, ‘mana pendukungmu’ , semua mencampakkan, terlupakan dan tersudut karena putra bangsa sedang khilaf, sibuk dengan urusan masing – masing. Nasionalisme dan cinta tanah air tergantikan oleh nafsu – ambisi untuk menguasai negeri dengan menghalalkan pelbagai cara dan upaya. Pertikaian antar kelompok yang kemudian menjadi jawabnya, disintegrasi mulai muncul berakar justru dari negeri sendiri. Putra bangsa saling sakit – menyakiti, membuat luka Garuda Pancasila sebagai representasi kebhinnekaan Indonesia.
Garuda Pancasila yang termaknai sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia, pengemban cita – cita Negara dan Bangsa yang semestinya menjadi dasar pemikiran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak terwujud nyata. Nilai yang terkandung sarat makna karena wujud integrasi dari nilai universal yaitu asas kerokhanian ( sila I ), kemanusiaan ( sila II ) , persatuan
( sila III ), kerakyatan ( sila IV ), serta keadilan sosial ( sila V ). Nilai luhur yang seharusnya tidak hanya menjadi sekedar normatif belaka, yang lemah dalam aplikasinya justru akan menjadi ‘bomerang’yang menjerumuskan pada kehancuran. Oleh karenanya, amanat yang terkandung melalui karya seni lukisan Garuda Biru adalah agar segala peristiwa nasional masa kurun waktu tahun 2001 dapat menjadi bahan perenungan bagi kehidupan ke depan yang jauh lebih baik, maju, dan berperadaban. Masyarakat Indonesia harus menyadari bahwa mereka hidup di tangah masyarakat yang majemuk. Masyarakat majemuk ini otomatis pula majemuk pola pikir maupun pola perilakunya serta majemuk pula dalam kepentingan/ kebutuhannya. Dengan demikian, membangun kembali general agreements bangsa Indonesia adalah menjadi hal yang utama dan terutama. (end)
Ok..setelah membacanya tentu ingat dong dengan salah satu judul film yang baru-baru ini diputar di bioskop..'Garuda di Dadaku'...yuppsss...by hermeneutika kita bisa melakukan 'penafsiran' atas fenomena yang ada. Tentu bila ini kemudian akan dijadikan sebagai alat analisa data membutuhkan pembacaan yang mendalam...not only outside..but inside...indeep...hmmm lain waktu penulis akan bahas lagi ya...trims...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Posting ur comment yach:)