Selasa, 21 Oktober 2008

masalah sosial dan kesejahteraan sosial

PENGANTAR
Dengan semakin terbukanya era globalisasi yang terjadi akhir-akhir ini, mengakibatkan semua aspek kehidupan harus dipersiapkan untuk bersaing dalam globalisasi tersebut. Dengan kondisi seperti ini, diprediksi bahwa isu-isu permasalah sosial akan semakin berkembang, karena terjadi benturan-benturan kepentingan di antara aspek-aspek kehidupan manusia. Suatu kenyataan bahwa hasil dari benturan-benturan kepentingan dimaksud pada akhirnya akan membawa dampak sosial dan pada akhirnya menimbulkan permasalahn sosial. Permasalahan politik berujung pada permasalahan sosial, permasalahan ekonomi berujung pada permasalahan sosial, persoalan hukum berujung dengan permasalahan sosial, persoalan teknologi berujung dengan permasalahan sosial, dan lain-lain. Tetapi, tidak pernah terjadi bahwa permasalahan ekonomi berakhir dengan permasalahan politik dan berhenti hanya di situ saja. Tetapi, dipastikan akan berakhir dengan permasalahan sosial.
Pada situasi seperti ini, permasalah sosial akan semakin bertambah dan bervariasi, tidak hanya masalahan sosial konvensional yang kita tangani selama ini, seperti permasalahan kemiskinan, tuna susila, lanjut usia, tetapi berbagai permasalahan sosial baru seperti pemutusan hubungan kerja, tawuran, kerusuhan antar etnis, kesewenang-wenangan, penghakiman sendiri, termasuk di dalamnya permasalahan kelompok masyarakat mulai dari kelompok kelas bawah hingga kelompok elit, seperti disharmonisasi keluarga, stress, dan lain-lain. Sudah barang tentu permasalahan sosial seperti ini sangat bervariasi.
Di masa mendatang, permasalahan sosial ini akan semakin komplek dan besar dan selalu terkait dengan isu-isu yang lainnya. Karena itu, isu-isu tersebut sepertinya harus diantisipasi perkembangnnya sehingga permasalahan sosial tidak menyebar dan berkembang apa lagi membawa dampak yang lebih besa, yang ujung-ujungnya akan berdampak pada disfungsi sosial.
A. ISU-ISU KRITIS DALAM PEMBANGUNAN KESOS
Pembahasan tentang isu aktual akan memiliki arti fungsional apabila dibahas dalam kaitannya dengan kejadian atau permasalahan tertentu, dengan demikian isu itu akan menjadi jelas dan memiliki arti yang penting.
Secara sederhana isu atau issue diartikan sebagai sebuah pokok persoalan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 1996 bahwa isu adalah (a) masalah yang dikedepankan untuk ditanggapi; (b) kabar yang tidak jelas asal usulnya dan tidak terjamin kebenarannya atau desa-desus. Terhadap sebuah isu, kita dapat membicarakannya, menghidarinya, menghadapinya, memecahkan persoalannya dan kemudian mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang relevan dengan isu tersebut dalam rangka pencapaian tujuan organisasi atau unit kerja secara lebih baik. Terhadap sebuah isu perlu dilakukan penggalian atau pencarian informasi secara mendalam untuk mendapatkan fakta yang sebenarnya. Contoh sebuah isu adalah adanya indikasi semakin rendahnya kualitas pelayanan kepada masyarakat, pola kekerasan pembinaan mahasiswa IPDN banyak yang ditutup-tutupi atau kurang transparan, dan lain sebagainya.
Markus (2004) mengatakan bahwa dalam pembangunan kesejahteraan sosial” ada sejumlah kecenderungan global yang saling terkait yaitu: (1) demokrasi, hak asasi manusia, dan kesadaran lingkungan, (2) kebangkitan civil society, (3) efisiensi pemerintahan (reinventing government, good governance), (4) debirokratisasi dan otonomi daerah, (5) etika bisnis dan (6) kebangkitan dan pemberdayaan masyarakat akar rumput.
Dalam penerapan desentralisasi, terdapat beberapa masalah penting, yaitu: (1) masalah dualisme ekonomi, yaitu industri modern dianak-emaskan, sedangkan ekonomi rakyat dianggap sebagai benalu yang harus disingkirkan, (2) masalah kontrol politik, di mana pemerintah pusat sebagai pembuat dan perumus kebijakan (role making), sedang pemda berkewajiban melaksanakan (role playing), (3) masalah bantuan sosial dengan masyarakat lokal, di mana pemda lebih mengutamakan kepentingan pemerintah dan investor dari pada kepentingan masyarakat, (4) kebijakan dan strategi pembangunan di daerah masih belum didasarkan pada profesionalisme SDM; (5) pemmerataan pembangunan antara desa dan kota; (6) keterbatasan dan kemampuan SDM; (7) masalah penggalian dan pemanfaatan sumber daya; (8) keharmonisan program antara departemean atau dinas terkait; (9) egoisme sektoral; (10) berbagai peraturan (deregulasi) yang bertentangan dengan kebijakan pusat; (11) penempatan SDM belum didasarkan pada profesionalisme.
Ada beberapa tantangan dan masalah yang perlu mendapat perhatian Pemerintah Daerah di masa mendatang, yaitu: (1) pelaksanaan otonomi daerah dan upaya pengembangan sistem implementasi UU No. 32 tahun 2004; (2) menurunkan tingkat kemiskinan yang jumlahnya semakin besar dan penanganan isu-isu strategik dan global, seperti: ketenagakerjaan, integrasi sosial, lingkungan hidup, HAM, demokratisasi, kesetaraan jender, kemitraan global, dan sebagainya; (3) perlunya kajian baru untuk melihat arah, orientasi dan bentuk program pembangunan kesejahteraan sosial; (4) peningkatan peran serta masyarakat dalam semua kegiatan.
Tantangan strategik untuk membangun masa depan Indonesia yang sejahtera, meliputi: (1) memelihara integrasi sosial dalam konteks NKRI, (2) memperbaiki kualitas manusia dengan meregulasi semua aspek kehidupan bangsa, (3) memiliki strategi pelaksanaan dengan menempatkan manusia sebagai sumber daya dan mengutamakan pelayanan kemanusiaan secara efisien dan (4) melakukan audit sosial berdasarkan masalah nyata dan sesuai dengan aspirasi masyarakat lokal.
Sasaran Millenium Development Goals (MDGs) mengamantkan kepada kita bahwa dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 kita harus bahu membahu dalam menangani berbagai permasalahan berikut, yaitu: (a) eradicate extreme poverty and huger; (b) achieve universal primary education; (c) promote gender equality and empowerment; (d) reduce child mortality; (e) improve maternal health; (f) combat HIV/AIDS, malaria and other diseases; (g) ensure environtmental sustainability; (h) develop a global partenrship for development. Kita menyadari bahwa pencapaian sasaran MDGs ini adalah merupakan hal yang cukup berat dan harus ditangani secara bersama-sama baik antar lembaga atau departemen terkait bahkan antar negara baik regional maupun internasional. Bagaimana amanat MDGs ini dapat diterjemahkan ke dalam berbagai program dan kegiatan kongkrit oleh masing-masing negara atau departemen/lembaga. Ini adalah menjadi tanggung jawab kita bersama, tidak hanya Departemen Dalam Negeri, atau Departemen Sosial tetapi semua Departemen atau lembaga yang ada termasuk masyarakat.
B. MASALAH SOSIAL
Ada berbagai permasalahan sosial yang perlu mendapat perhatian sekarang ini, yang meliputi:
1. Permasalahan Pengembangan Masyarakat, yang meliputi:
a. Masalah sosial kependudukan.
b. Masalah sosial pengembangan potensi Karang Taruna.
c. Masalah sosial keluarga yang mengalami hambatan sosial psikologis.
d. Masalah sosial kesejahteraan sosial lanjut usia.
e. Masalah kesejahteraan sosial anak balita terlantar.
f. Masalah sosial anak putus sekolah.
g. Masalah sosial peningkatan kesejahteraan sosial anak jalanan.
h. Masalah sosial integrasi antara etnis (kerusuhan).
i. Masalah sosial psikologis masyarakat (seperti: perasaan rasa aman, kebebasan, dan lain-lain).
j. Masalah sosial keluarga rawan ekonomi, seperti: janda, PHK, dll).
k. Masalah sosial pengangguran.
l. Masalah sosial penggusuran / ganti rugi.
m. Masalah sosial pengembangan dan penanaman nilai-nilai kejuangan dan kepahlawanan.
n. Masalah sosial peningkatan peranan dan fungsi lembaga perlindungan anak.
o. Masalah sosial peningkatan peranan dan fungsi lembaga konsultasi kesejahteraan keluarga (LK3).
2. Permasalahan Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, meliputi:
a. Masalah sosial penyandang cacat.
b. Masalah sosial penyalagunaan narkotika.
c. Masalah sosial kenakalan remaja (seperti: tawuran, perkelahian sesama remaja, perlawanan terhadap guru, perampokan, pembajakan, dan lain-lain).
d. Masalah sosial tuna sosial.
e. Masalah sosial tuna susila.
f. Masalah sosial HIV / AIDS (Acuaired Immuno Deficiency Syndrome).
g. Masalah sosial peningkatan fungsi dan peranan Lembaga Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial.
3. Permasalahan Jaminan dan Bantuan Sosial, yang meliputi:
a. Masalah sosial kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana.
b. Masalah sosial penanggulangan korban bencana.
c. Masalah sosial peningkatan potensi Organisasi Sosial (Orsos) / Lembaga Sosial Masyarakat (LSM).
d. Masalah sosial keluarga miskin.
e. Peningkatan sumbangan sosial.
f. Pemberian asuransi kesejahtraan sosial.
C. ORIENTASI PEMBANGUNAN KESOS
Dalam rangka menyikapi diterapkannya otonomi daerah, maka orientasi pembangunan kesejahteraan sosial peru direformulasikan sehingga pelayanan sosial benar-benar dapat berorientasi pada implementasi otonomi daerah. Berkaitan dengan itu, ada 6 paradigma baru pembangunan kesejahteraan sosial.
1. Pelayanan yang berorientasi masalah menjadi pelayanan karena pendekatan HAM.
Pelayanan perlindungan dan bantuan yang diberikan oleh pemerintah selama ini pada dasarnya hanya diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) dan sangat berorientasi masalah dengan pendekatan selektif. Hal ini tentu saja, karena keterbatas kemampuan pemerintah dalam penyediaan dana untuk melayani semuanya melalui pendekatan universal.
Namun, pendekatan seperti ini menjadi semakin menarik dan banyak diperdebatkan karena isu pemenuhan kebutuhan dasar ini, tidak hanya sampai disitu saja, tetapi sangat terkait dengan hak-hak azasi (human rights) manusia yang universal, seperti apa yang dikatakan Ife (1995): “The conflict between universal and relativist views of right can be seen in the internatonal human rights debate. Some government, and many non-govermentt organisation such as Amnesty International, have argued that human rights are universal and absolute, and apply to all people in all sir*****tances”. Implikasi dari persoalan seperti ini dapat kita lihat dari banyaknya dan maraknya demo-demo yang terjadi diberbagai tempat, karena mereka merasa diperlakukan tidak adil dengan yang lainnya.
Dari gambaran ini jelas bahwa hak asasi manusia tersebut harus dilihat dalam kontek yang universal yang merupakan hak dari setiap orang. Terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan penanganan masalah klien tersebut, maka pendekatannya harus bersifat universal dalam arti bahwa perlidungan dan bantuan harus diberikan kepada setiap orang yang membutuhkan dalam rangka pemecahan permasalahannya dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasarnya. Ini menunjukkan suatu tanggung jawab pemerintah terhadap warganya. Pendekatan selektivitas merupakan suatu bentuk kesewenang-wenangan pengabaian, atau pengingkaran terhadap hak-hak asasi manusia tersebut.
2. Pendekatan residual menjadi pelayanan pengembangan (developmental).
Ada dua pandangan tentang fungsi pelayanan kesejahteraan sosial sebagai pelayanan residual. Pandangan yang pertama melihat bahwa fungsi pelayanan kesejahteraan sosial adalah fungsi kelembagaan yang secara terus menerus diberikan kepada kelompok sasaran yang membutuhkan tanpa kecuali (general well-being), seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Pandangan yang kedua melihat bahwa pelayanan kesejahteraan sosial dilihat sebagai pelayanan residual, yaitu pelayanan yang ditujukan kepada kelompok sasaran yang bermasalah bila mana lembaga keluarga, lembaga ekonomi, struktur politik tidak dapat berfungsi dengan baik di dalam memenuhi kebutuhan kelompok sasaran sehingga tidak dapat dimanfaatkan (disfungsikan). Biasaya kelompok ini mengalami permasalahan-permasalahan yang sangat mendasar yang sangat sulit dipecahkan dan memerlukan waktu cukup panjang, seperti milasnya penanganan lanjut usia, WTS, anak terlantar, dan lain-lain.
Bila hal ini yang menjadi sasaran pelayanan pekerjaan sosial, maka pelayanan kesejahteraan sosial menjadi kurang berperan. Pelayanan kesejahteraan sosial tidak akan berkembang dan permasalahan sosial akan semakin kompleks karena tidak menyentuh akar persoalan yang sebenanrnya. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi perubahan, maka pelayanan pekerjaan sosial harus mengarahkan pelayanan pada pelayanan pengembangan (developmental), misalnya pengembangan potensi-potensi kepemudaan, pengembangan potensi lingkungan melalui pengembangan potensi sumber daya lingkungan, pengkajian dampak lingkungan sosial, penyusunan standarisasi penyelenggaraan dan pengembangan panti sosial, dan lain-lain yang sifatnya develomental. Pelayanan itu berada di hulu bukan dihilir.
3. Pelayanan yang bersifat lokalistik menjadi pelayanan yang komprehensif.
Ada kesan bahwa pelayanan kesejahteraan sosial selama ini terkesan sangat berskala mikro, seperti pelayanan terhadap lanjut usia, wanita rawan sosial, wanita tuna susila, dan lain-lain. Penanganan-penaganan terhadap masalah ini sangat sektoral, kurang melibatkan instansi terkait. Sesuai dengan perubahan dan pergeseran kebutuhan masyarakat, maka untuk masa-masa yang akan datang pelayanan kesejahteraan sosial perlu diarahkan kepada pelayanan-pelayanan yang berskala luas (makro). Pelayanan-pelayanan yang dikembangkan jangan hanya pelayanan yang bersifat sektoral semata, tetapi harus bersifat lintas sektoral dengan disiplin/instansi terkait tanpa meninggalkan fungsi substansi pelayanan kesejahteraan sosial. Dalam hal ini pekerja sosial harus dapat berperan sebagai liding sektor yang dapat mengkoordinir disiplin terkait untuk terlibat, seperti dalam penanganan anak jalanan, narkotika, kemiskinan, HAM dan lain-lain.
4. Pendekatan sentralistik menjadi pendekatan desentralistik (bottom-up).
Dengan digulirkannya otonomi daerah melalui UU No. 32 /2004, maka peranan pelayanan kesejahteraan sosial berubah dari yang selama ini diterapkan melalui pendekatan sentralistik menjadi pendekatan desentralistik. Melalui pendekatan sentralistik memang kurang dapat menampung aspirasi dan nilai-nilai serta kebutuhan-kebutuhan yang berkembangan di dalam masyarakat. Kurang dapat menyentuh persolan masyarakat yang sesungguhnya. Banyak terjadi benturan-benturan baik dari segi pelayanan, kebutuhan, tindakan dan lain-lain. Sehingga tidak jarang terjadinya kegagalan suatu pelayanan atau bantuan yang diberikan karena kurang sesuai dengan yang diharapkan atau kebutuhan. Untuk masa yang akan datang, maka pelayanan kesejahteraan sosial harus menerapkan pendekatan desentralistik (bottom up). Pusat-pusat pelayanan masyarakat berada pada daerah masing-masing. Pekerja atau petugas sosial dalam memberikan pelayanan, perencanaannya harus didasarakan pada kebutuhan-kebutuhan, aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai serta karakter masyarakat setempat.
5. Pendekatan negara sejahtera menjadi masyarakat sejahtera.
Pada awalnya pelayanan kesejahteraan sosial dimulai dan berkembangan di negara-negara yang menganut sistem pemerintahan negara kesejahteraan. Dalam pandangan ini kesejahteraan masyarakat atau individu diukur dari tingkat keberhasilan negara, seperti PDB. Pendekatan negara sejahteran di atas sudah kurang relevan dengan perkembangan sekarang ini dan sangat bertentangan dengan hak-hak azasi manusia. Hasil karya dan kreativitas orang lain kurang mendapat penghargaan. Oleh karena itu, dengan digulirkannya otonomi daerah maka pendekatan negara sejahteran berubah menjadi pendekatan masyarakat sejahtera. Dalam pendekatan ini, peranan pemerintah menjadi semakin kecil, pemerintah hanya sebagai fasilitator dan motivator masyarakat agar masyarakat tumuh dan berkembangan sesuai dengan kemampuan masing-masing.
6. Pendekatan modal ekonomi menjadi modal sosial (social capital).
Upaya-upaya pelayanan sosial yang diberikan kepada masyarakat selama ini sangat mengandalkan modal ekonomi melalui anggaran pemerintah, kurang dapat melibatkan kemampuan masyarakat. Alhasil, banyak permasalah-permasalahan sosial yang belum terjangkau pelayanan karena kemampuan modal ekonomi yang sangat terbatas. Sementara di satu sisi permasalahan sosial semakin bertambah dan berkembang serta semakin komplek. Bila pelayanan sosial hanya mengandalkan kemampuan pemerintah atau modal ekonomi niscaya bahwa permasalahan sosial tidak akan tertangani.
Didasarkan pada pengalaman ini, untuk masa yang akan datang pelayanan sosial harus diupayakan melalui pemanfaatkan modal sosial (social capital). Apa yang dimaksud dengan modal sosial adalah bahwa pelayanan sosial yang diberikan dilaksanakan dengan memanfaatkan seluruh kekuatan dan potensi-potensi yang ada pada masyarakat.
D. METODA DAN TEKNIK
1. Metoda
Beberapa metode dalam pelayanan kesejahteraan sosial (pekerjaan sosial) yang dapat diterapkan, antara lain:
a. Bimbingan sosial / terapi individu
1) Metode bimbingan sosial individu ditujukan kepada PMKS yang bersifat individual yang dilakukan secara tatap muka (face to face) antara pekerja/petugas sosial dengan PMKS. Bimbingan ini dimaksudkan untuk mengungkapkan atau menggali permasalahan-permasalahan yang bersifat mendasar yang dapat menggangu terhambatnya proses pelayanan. Selanjutnya proses konsultasi dilakukan untuk menemukan alteratif pemecahan masalah PMKS dan kehidupan yang sedang di jalaninya.
2) Dalam metode ini pekerja/petugas sosial dituntut untuk dapat mendorong para PMKS untuk mengungkapkan masalah-masalahnya baik yang bersifat individu maupun masalah-masalah lainnya seperti masalah keluarga, lingkungan dan lain sebagainya. Selain itu, pekerja/petugas sosial juga dituntut untuk dapat menfasilitasi para PMKS didalam mencarikan berbagai alternatif dan solusi pemecahannya.
b. Bimbing sosial / terapi kelompok
1) Bimbingan sosial/ terapi kelompok dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media terapi bagi PMKS. Diharapkan dari media ini para PMKS akan mengalami perubahan perilaku sebagai akibat dari adanya interaksi antara para PMKS dengan kelompok. Dalam metode ini pekerja sosial menciptakan berbagai kelompok dan kegiatan-kegiatannya sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan para PMKS.
2) Dalam proses kegiatan kelompok ini diharapkan pekerja/petugas sosial mampu memberikan penguatan terhadap sikap dan perilaku para PMKS yang positif yang dapat mendorong para PMKS untuk berupaya memecahkan masalahnya.
3) Tujuan terapi kelompok ini antara lain merupakan media pertukaran informasi, pengembangan kemampuan anggota-anggota kelompok, perubahan nilai orientasi dan perubahan sikap antisosial ke sikap positf.
c. Bimbingan Sosial Komunitas
1) Metoda bimbingan sosial komunitas ini menggunakan kehidupan dan interaksi komunitas yang menjadi lingkungan sosial para PMKS dalam proses pelayanan. Melalui penerapan metoda ini lingkungan komunitas perlu disadarkan sehingga dapat menerima dan mendukung kehadiran dan penanganan permasalah para PMKS. Karena itu, dalam metoda ini diharapkan pekerja/petugas sosial dapat menyiapkan lingkungan masyarakat yang kondusif untuk dapat menerima kehadiran dan permasalahan para PMKS. Di samping itu, pekerja/petugas sosial perlu memotivasi para PMKS untuk dapat menerima dan hidup besama dengan lingkungannya.
2) Bimbingan sosial komunitas ini merupakan metode yang bersifat komprehensif yang diarahkan pada pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan partisipatoris dan untuk mempersatukan seluruh segmen masyarakat dalam penanganan permasalahan para PMKS.
d. Penelitian Sosial
1) Metoda penelitian sosial merupakan suatu upaya untuk menemukan, menggali, mengkaji perbagai eksistensi permasalahan sosial yang sesungguhnya, sehingga ditekan fakta yang sebenanrnya pentang permasalahan tersebut. Suatu tindak pelayanan (apakah berupa kebijakan, program dan kegiatan) yang dilakukan hendaknya diawali dengan kegiatan penelitian sosial.
2) Dalam proses seperti ini, tindakan yang dilakukan benar-benar sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran, bukan kebutuhan perumus program atau pembuat kebijakan. Namun, dalam kenyataannya, metoda ini belum sepenuhnya dilakukan berbagai hasil penelitian yang sudah dihasilkan belum diterapkan. Banyak faktor yang menjadi kendala penerapannya, seperti: faktor kualitas penelitian yang dihasilkan, faktor kurangnya pemahaman terhadap hasil peneltian, faktor komitmen para pengguna, faktor terbatasnya sosialisasi hasil penelitian, faktor keterbatasan sarana dan prasaran, dan lain sebagainya.
e. Admintrasi Sosial
1) Metoda adminstrasi sosial merupakan tindakan perumusan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengevaluasian berbagai program dan kegiatan pelayanan sosial. Banyak pihak yang melihat bahwa kegiatan adminstrasi sosial hanya dalam arti sempit, seperti: pencatatan, pengadminstrasian surat menyurat, pelaporan dan yang terkait dengan itu. Admintrasi sosial dipandang sebagai kegiatan pendukung dalam proses pelayanan sosial tersebut sehingga kurang mendapat perhatian yang serius.
2) Sesungguhnya bahwa adminstrasi sosial merupakan tindakan bagaimana merumuskan program dan kegiatan yang strategis, mendasar dan dapat mempengaruhi persoalan-persoalan sekundernya. Bukan pekerjaan yang mudah, tetapi diperlukan ketajaman analisis dan penerapan hasil-hasil penelitian yang relevan. Bila sudah dirumuskan bagaimana pengorganisasiannya, siapa yang terlibat, apa tugas dan tanggung jawabnya yang harus dilaksanakan. Rencana yang sudah disusun harus dilaksanakan, bagaimana proses dan tahapannya, apa saran dan prasaran yang dibutuhkan, dan lain sebagainya. Selanjutnya kita mengukur keberhasilannya melalui tindakan evaluasi, kemudian menyempurnakannya.
f. Aksi Sosial
1) Metoda aksi sosial dapat diartikan dari dua hal yaitu: sebagai tindakan pelaksanaan suatu program atau kegiatan dan sebagai tindakan suatu aksi (demonstrasi) dari sekelompok orang yang terkait dengan pelayanan dalam rangka mempengaruhi perubahan suatu kebijakan yang ada.
2) Kenyatannya menunjukkan bahwa metoda aksi sosial dalam bentuk tindakan aksi (demonstrasi) sangat efektif dalam perubahan kebijakan dibandingkan dengan metoda atau pendekatan lainnya, seperti diskusi, seminar, dan lain-lain.
2. Teknik
Banyak teknik yang dapat diterapkan dalam pelayanan kesejahteraan sosial, beberapa di antaranya adalah:
a. Berbicara/bekomunikasi, yaitu kemampuan seorang pekerja/petugas untuk dapat berkomunikasi dengan baik dengan PMKS Seorang pekerja/petugas sosial harus mempengaruhi seorang PMKS yang menjadi sasaran pelayanan.
b. Memotivasi, yaitu kemampuan memberikan dorongan dan mempengaruhi semangat dan kemauanan kelompok sasaran sehingga mau melaksanakan apa yang disampaikan. Pekerja/petugas tidak semata-mata hanya mampu berkomunikasi dengan baik, tetapi harus mampu untuk memotivasi kelompok sasaran sehingga mau terlibat dalam penanganan permasalahan yang dihadapi
c. Timing, yaitu kemampuan untuk menyusun atau mengaturt jadwal serta memanage waktu pelaksanaan pelayanan sesuai dengan permasalahan kelompok sasaran.
d. Focus, yaitu kemampuan untuk menemukan apa yang menjadi permasalah utama yang dihadapi kelompok sasaran.
e. Diferensial Diagnosis, yaitu kemampuan untuk menganalisis masalah dari berbagai sudut pandang yang berbeda sehingga seorang pekerja/petugas sosial memiliki pemahaman yang luas dan objektif terhadap masalah tersebut, bukan pemahaman yang sempit dalam melihat masalahan tersebut. Tidak lah mudah untuk melakukan seperti ini, tetapi perlu pemahaman dan wawasan yang luas tentang materi atau masalah tersebut.
f. Partialization, yaitu kemampuan untuk memilihan-milah masalah sehingga mudah dipahami. Ini penting dilakukan oleh seorang pekerja/petugas sosial sehingga kelompok sasaran mudah menangkap apa pesan yang sesungguhnya, bagaimana melakukannya tetapi tidak menjadi membingungkan.
g. Observasi, yaitu kemampuan untuk mengenali masalah yang terjadi dan untuk mengamati apa yang terjadi. Pengamatan seperti ini penting untuk melihat sejauh permasalahan yang sebenarnya, seperti kondisi lingkungan sosial yang ada.
h. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk menilai sejauh mana keberhailan pelayanan yang sudah dilakukan.
E. INDIKATOR KEBERHASILAN
Pada prinsipnya indikator keberhasilan pelayanan kesejahteraan sasial merupakan perwujdukan keberfungsioan sosial kelompok sasaran yang meliputi 3 hal, yaitu: (1) keberfungsian sosial dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan sehari-hari, (2) keberfungsian sosial dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, dan (3) keberfungsian sosial dalam menampilkan peranan-peranan sosial dalam lingkungannya. Keberfungsian sosial sangat berbeda antara seorang klien dengan klien lainnnya. Mungkin keberfungsian sosial anak (anak terlantar) yang berada di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) sangat berbeda dengan anak (cacat mental) yang berada di Panti Sosial Bina Laras (PSBL). Karena itu ukururan keberfungsian sosial seorang anak sangat tergantung pada permasalahan sosial anak tersebut.
Bila kita mengambil contoh klien anak remaja, maka keberfungsian sosial dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari adalah bagaimana penggunaan pakaian sehari-hari (kebersihan, kerapaian, keserasian, perawatan pakaian, membeli pakaian yang cocok untuk dirinya), pemenuhan kebutuhan makan sehari-hari (menyiapakan piring, menyiapkan makanan, membersihkan piring, memilih makan yang tepat untuk dirinya, dll), kebersihan tempat tinggal (kebersihan kamar, lingkungan, perawatan tempat tidur, dll), pemenuhan kebutuhan sosial (kemauan untuk berhubungan dengan orang lain, dll), dan pemenuhan kebutuhan psikologi (rasa senang, rasa marah, kesal atau hanya selalu murung, dll), dll. Aspek yang berkaitan dengan keberfungsian sosial dalam mengatasi masalah-masalahan sosial yang dihadapi, meliputi: sikap dalam menghadapi masalah yang ada, kemampuan dalam mencari alternatif, sikap dalam pengambilan keputusan yang dihadapkan pada dirinya, sikap menerima pendapat orang lain, kerajasama memecahkan masalah yang dihadapi dan keterbukaan terhadap orang lain. Sedangkan aspek yang berkaitan dengan keberfungsian sosial klien dalam menampilkan peranan dalam lingkungan sosial adalah ketaatan pada aturan yang ada, keperdulian pada orang lain, kerjasama dengan orang lain, tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, sikap menjadi anggota kelompok, dan kesediaan untuk mengikuti kegiatan kelompok. Tetapi untuk seorang anak cacat mental untuk dapat makan sendiri tanpa disuapi, dapat mengancing baju sendiri sudah bagus, dapat berkomunikasi dengan orang lain sudah baik sekali. Inilah namanya keberfungsian sosial yang ukurannya sangat berbeda antara satu klien dengan yang lainnya.
F. KESIMPULAN
1. Sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia tersebut muncul berbagai persoalan yang dipandang sebagai isu-isu kritis. Isu-isu kritis ini harus dihadapi, dipahami dan pecahkan bukan untuk dihindari sehingga tidak membawa dapat buruk yang lebih besar terhadap kehidupan masyarakat tersebut.
2. Ada berbagai metoda yang dapat diterapakan dalam pelayanan kesejahteraan sosial, yaitu metoda bimbingan sosial individu, kelompok, massal/masyarakat, penelitian sosial, adminstrasi sosial dan aksi sosial. Penggunaan metoda ini sangat tergantung permasalahan sosial yang akan ditangani.
3. Indikator keberhasilan pelayanan kesejahteraan sosial pada hakekatnya dapat dilihat dari tingkat keberfungsian sosial kelompok sasaran yang dilayani, yang meliputi 3 hal yaitu, keberfungsian dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, keberfungsian dalam mengatasi masalah yang terjadi, dan keberfungsian dalam menampilkan peranan sosialnya.
Literatur:
Ife, Jim. 1995. Community Development, Creating Community Alternatives, Vision, analysis and Practice, Australia: Longman
Markus, Sudibyo. 2004. Civil Society dan Community Empower, pada Seminar Isu-Isu Global dan Masalah Sosial Strategis yang Berpengauh terhdap Pembangunan Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI.

(Sumber : Departemen Sosial RI)

6 komentar:

  1. Tokyo kota yg istimewa

    http://student.blog.dinus.ac.id/mataharilanangpanggulu/2016/10/13/sejarah-singkat-tokyo-%e6%9d%b1%e4%ba%ac/

    BalasHapus
  2. Kamu butuh info soal perguruan tinggi swasta terbaik? dperingkat perguruan tinggi swasta terbaik? info tentang kampus-kampus

    swasta?
    Cek Link!


    http://student.blog.dinus.ac.id/perguruantinggiswastaterbaik/2017/07/26/perguruan-tinggi-swasta-terbaik/
    http://student.blog.dinus.ac.id/perguruantinggiswastaterbaik/2017/07/27/100-universitas-swasta-terbaik-di-indonesia/
    http://student.blog.dinus.ac.id/perguruantinggiswastaterbaik/2017/07/28/peringkat-universitas-swasta-di-indonesia/
    http://student.blog.dinus.ac.id/perguruantinggiswastaterbaik/2017/07/31/urutan-universitas-swasta-terbaik-di-indonesia/


    #ThankYou #Promosi #KampusSwastaTerbaik #Semarang

    BalasHapus

Posting ur comment yach:)