Dalam sebuah pembelajaran tentu akan melibatkan semua aktor baik guru maupun siswa/pembelajar. Berikut pengalaman penulis saat melibatkan diri pada aktivitas pembelajaran keaksaraan yang diimplementasikan di masyarakat tentu bukan sekedar pendekatan pedagogik tapi juga mempertimbangkan aspek sosialbudaya kehidupannya.
Sebagaimana telah diketahui bahwa pengentasan buta aksara di beberapa daerah melalui keaksaraan fungsional (KF) agar warga belajar mampu menangkap informasi dan pengetahuan disesuaikan dengan pengalaman keseharian. Hal ini sesuai dengan pengertian dari keaksaraan Fungsional (KF) yaitu merupakan pendekatan untuk mengembangkan kemampuan warga belajar dalam menguasai dan menggunakan ketrampilan membaca, menulis, berhitung, berfikir, mengamati dan mendengar dan berbicara yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari dan lingkungannya. Dengan kata lain KF mempunyai orientasi pada minat, kebutuhan dan pengalaman, cita- cita dan ide dari para warga belajar yang memberi konsekuensi pada pendamping untuk mampu membangkitkan minat warga belajar untuk tetap terus mau belajar dan mau melanjutkan belajar.
Pada implementasinya banyak modifikasi yang dimunculkan untuk dapat membelajarkan masyarakat, dalam contoh ini ibu lanjut usia yang menjadi dampingan salah satu lsm di jogja kerjasama dengan diknas yaitu dengan mengambil model pembelajaran partisipatif. Model pembelajaran partisipatif ini menjadi pilihan dikarenakan peserta kegiatan keaksaraan dampingan sebagian besar adalah ibu-ibu lansia yang jelas membutuhkan pendekatan khusus dalam pembelajarannya. Hal ini tercermin dari proses pembelajaran yang diawali dari kegiatan kelas kemudian dibagi dalam kelompok kecil untuk kemudian dipandu oleh masing-masing pendamping. Meski demikian sesuai penjelasan dari pendamping KF bahwa pembelajaran partisipatif ini tentunya disesuaikan dengan model pembelajaran bahasa, “pembelajaran bahasa ini disampaikan sesuai/berdasarkan pengalaman peserta didik dengan langkah-langkah meliputi: (1) pendamping membuat atau menyalin dari buku satu kalimat yang lengkap (minimal terdiri SPO), (2) pendamping membacakan kalimat tersebut dan warga belajar mengikutinya,(3) pendamping memenggal kalimat tersebut menjadi kata, suku kata, hingga huruf dan sebaliknya, (4) pendamping membimbing peserta didik menyusun suku kata, menjadi kata-kata baru atau menyusun kata-kata sampai membentuk kalimat baru dan (5) peserta didik diminta menyalin kalimat, kata, suku kata, huruf dan sebaliknya ke dalam buku catatannya.Selain itu peserta yang sebagian ibu-ibu didekatkan dengan tema keseharian misal memasak, menghitung dagangan dan sebagainya agar ada kesesuaian dengan kondisi senyatanya, penjelasan dari pendamping KF. Pendekatan ini menurut pendapat salah seorang peserta, Ibu Suharni, ”saya diajarkan cara membaca yang bertahap mulai dari mengingat kembali huruf, merangkai kata sampai menulis di buku saya jadi ingat kembali dan setiap ada tulisan di jalan saya berhenti untuk membaca...apalagi pendampingnya sabar.. maklum dengan kondisi kita yang sudah agak tua ini...’nyenengke pokoke’ (pokoknya menyenangkan_red)Mbak...”.
Pembelajaran KF partisipatif ini diikuti dengan penyediaan fasilitas bacaan bagi warga belajar sangat beragam mulai dari buku yang berisikan pengenalan huruf, merangkai huruf menjadi kata-kata, merangkai kata-kata menjadi kalimat sampai buku cerita menjadi faktor pendukung kelancaran kegiatan pembelajaran. Selain itu sebagai sarana keberlanjutan pembelajaran warga belajar dimunculkan media Koran Ibu, media koran yang berisikan pembahasan seputar kehidupan keseharian khususnya perempuan. Harapannya, keberadaan Koran Ibu menjadi sarana menyalurkan kegiatan membaca dan menulis warga belajar yaitu untuk latihan menuangkan pikiran melalui tulisan misalnya resep masakan, kisah maupun humor. Respon yang menggembirakan dari adanya Koran Ibu ini, semangat dan motivasi warga belajar terpelihara karena dikondisikan adanya media yang membuka peluang partisipasi dalam penulisannya.
Dengan demikian, benar adanya bahwa model pembelajaran lebih bersifat kontekstual dengan mengedepankan misi partisipatif bila meminjam istilah Paulo Freire, 'rakyat juga harus disadarkan untuk berani bertindak dan mengubah situasi mereka..inilah yang disebut 'konsientisasi (penyadaran)'...Ke depan, pemunculan aktivitas pembelajaran yang lebih mengedepankan misi pembelajaran ini penting khususnya bagi mereka yang bergerak di bidang edukasi masyarakat..smangat sukses untuk pendidikan..:)
Sabtu, 13 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Posting ur comment yach:)